Minggu, 30 Oktober 2016

Problematika Insomnia

Tidur merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat penting. Dengan tidur yang cukup dan teratur manusia dapat mengistirahatkan badan serta meregenerasi kembali tenaga dan stamina yang hilang setelah melakukan aktivitas seharian. Tidur yang cukup dan teratur juga dapat berdampak baik pada kesehatan tubuh, dapat membuat tubuh terasa segar dan lebih siap untuk melakukan aktivitas selanjutnya pada hari berikutnya.

Namun, tidak semua orang dapat tidur cukup dan teratur, ada beberapa orang yang justru malah terganggu dalam tidurnya dan susah untuk tidur terutama pada malam hari. Hal ini dinamakan InsomniaMenurut Hoeve pada tahun 1992, insomnia merupakan keadaan tidak dapat tidur atau terganggunya pola tidur. Orang yang bersangkutan mungkin tidak dapat tidur, sukar untuk jatuh tidur, atau mudah terbangun dan kemudian tidak dapat tidur lagi. 

Jenis penyakit insomnia dibagi menjadi tiga yakni, susah untuk tidur, bangun terlalu awal atau sebelum pagi, dan susah tidur beberapa jam di malam hari. Apakah Anda pernah mengalami salah satunya?


sumber: empowher.com
Pada dasarnya susah tidur atau insomnia adalah hal yang wajar dan lumrah karena rata-rata manusia pasti pernah merasakannya. Namun, akan berbeda apabila hal itu sering terulang dan terjadi secara terus-menerus.  Jika sudah seperti itu tentu harus segera diatasi, karena apabila diabaikan dikhawatirkan dapat menimbulkan masalah-masalah yang pastinya tidak diinginkan.


Faktor Penyebab Insomnia

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan susah tidur atau insomnia seperti banyak pikiran, stres, sering begadang, atau bisa juga karena kondisi udara yang kurang mendukung seperti  terlalu panas atau terlalu dingin. Dengan mengetahui penyebabnya insomnia Anda bisa lebih mudah untuk mencari solusinya. 

Misalnya saja penyebabnya karena banyak pikiran dan stres, maka solusinya Anda harus menenangkan pikiran, berfikir lebih positif dan kalau perlu dengarkan instrumen-instrumen yang dapat menengkan pikiran. Apabila penyebabnya karena terlalu sering begadang, usahakan dalam melakukan dan menyelesaikan perkerjaan jangan ditunda-tunda, lebih baik dikerjakan lebih awal sehingga intensitas begadang bisa berkurang.



sumber: scotware.net

Lalu bagaimana apabila dari faktor penyebab insomnia diatas tidak dialami, tetapi Anda tetap saja masih susah tidur? apa yang harus dilakukan?


Konsumsi Pemicu Insomnia

Ada juga beberapa orang yang tidak mengalami salah satu faktor penyebab insomnia seperti yang disebutkan di atas. Apabila itu terjadi coba perhatikan minuman dan makanan yang Anda konsumsi. Minuman yang mengandung kafein dan alkohol serta makanan yang mengandung protein tinggi, makanan pedas, dan makanan olahan susu merupakan beberapa konsumsi yang dapat memicu insomnia, bila dimakan pada malam hari atau sebelum tidur. 

Zat kimia pada obat pun dapat memicu insomnia, jadi perhatikan pula obat yang Anda konsumsi. Selain itu kebiasaan merokok juga menjadi pemicu insomnia.


Cara Mengatasi Insomnia

Ada beberapa cara yang dapat Anda lakukan untuk mengatasi susah tidur atau insomnia yang dialami, cara ini juga dapat membantu Anda untuk mendapatkan tidur yang sehat dan berkualitas.

1. Membuat tempat tidur tetap bersih dan nyaman
Dengan tempat tidur yang rapih, bersih dan wangi dapat membuat tidur Anda nyaman, berbanding terbalik jika tempat tidur Anda kotor dan bau, pasti Anda akan terganggu. Jangankan untuk tidur untuk menetap di kamar pun rasanya pasti risih.

2. Hindari makanan dan minuman yang memicu insomnia
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, hindari makanan dan minuman yang memicu insomnia, terutama makanan berat karena dapat membuat sistem pencernaan Anda bekerja keras. Pada dasarnya ketika kita istirahat sistem pencernaan pun memerlukan istirahat, jadi disarankan untuk makan makanan yang ringan sebelum menjelang waktu tidur.

3. Hindari olahraga berat sebelum tidur
Dengan berolahraga berat sebelum tidur dapat membuat badan segar dan akan susah  untuk menenangkan diri. Disarankan berolahraga ringan saja yang dapat merileksasikan tubuh seperti yoga.

4. Membatasi tidur siang
Tidur siang dapat menyebabkan Anda sulit tidur di malam hari. Maka dari itu disarankan untuk membatasi tidur siang kurang lebih 30 menit.

5. Hindari menonton tv dan bekerja di tempat tidur
Hal ini dapat membuat Anda lebih terfokus pada tv ataupun pekerjaan yang dilakukan sehingga membuat Anda mengenyampingkan waktu tidur.

6. Mandi air hangat sebelum tidur
Mandilah air hangat 30 menit sebelum tidur. Hal ini dapat membantu merilekskan tubuh Anda setelah lelah beraktivitas seharian.

Rabu, 19 Oktober 2016

Cerpen: Kehidupan yang Bodoh

Hidupku terasa kacau. Rasanya aku ingin mati saja. Bisakah aku melanjutkan hidup ini?
 ...
     Sore itu aku pulang seperti biasa ke rumah dengan berjalan kaki. Walaupun jarak dari rumahku dan sekolah lumayan jauh, aku tetap berjalan kaki karena aku tidak memiliki uang untuk naik bus. Jangankan untuk naik bus, untuk membeli makan siang pun tak ada.
Namaku Hani, aku adalah seorang anak tunggal yang memiliki Ayah idiot, yang suka judi, mabuk dan Ibu bodoh, yang pekerja keras. Mungkin aku terdengar kurang ajar kepada kedua orang tuaku, tapi aku tidak bisa memungkiri kenyataan yang ada.
     Ya, Ayahku itu idiot, tepatnya Ayah tiri yang idiot. Bagaimana tidak idiot dia sudah sering kalah dalam judi, tapi dia terus saja ikut berjudi dengan menjual barang-barang dirumah atau meminjam uang pada rentenir. Selain doyan judi dia juga doyan mabuk. Setelah berjudi dia akan pulang ke rumah dengan keadaan mabuk.
     Sedangkan Ibuku, dia memang pekerja keras. Dia rela membanting tulang agar keluarganya bisa makan setiap hari, agar aku dapat bersekolah dengan baik dan aku benar-benar sangat menyayanginya. Namun, dia itu bodoh. Bodoh karena dengan kebodohannya itu, dia  tetap setia kepada si Idiot tukang mabuk dan judi itu. Dia terima saja di maki-maki si Idiot jika uang hasil kerjanya kurang untuk dibawa ke meja judi. Bahkan dia terima saja jika dipukuli si Idiot itu ketika pulang ke rumah dalam keadaan mabuk dan marah karena kalah berjudi.
     Aku pernah mengajak Ibu untuk kabur saja dari rumah, tapi Ibu tidak mau meninggalkan rumah karena rumah ini adalah satu-satunya peninggalan kakek dan nenekku sebelum mereka meninggal. Ibuku sangat menjaga rumah ini agar tidak dijual si Idiot itu, karena apabila dia meninggal tidak ada lagi yang bisa dia wariskan kepadaku. Maka dari itu dia rela bekerja keras banting tulang demi mempertahankan rumah ini. Saat itu aku menangis sejadi-jadinya. Betapa menyedihkannya nasib keluargaku.
     ...
     Aku selalu sampai di rumah ketika langit sudah malam, aku memandang ke sekeliling rumah. Begitu sepi dan dingin rumah ini. Tidak banyak barang di rumahku karena sebagian besar sudah dibawa si idiot ke meja judi atau diambil rentenir. 
     Biasanya Ibu sudah pulang jam segini, aku memanggilnya tapi tidak ada jawaban. Aku ke dapur, mungkin saja ibu sedang memasak jadi tidak mendengar panggilanku, tapi Ibu tidak ada. Lalu aku berjalan menuju kamarnya, mungkin dia sedang tidur. Aku membuka pintu perlahan agar tidak membangunkan Ibu, tapi yang aku lihat bukan Ibu yang sedang tidur, tapi Ibu yang sedang tergeletak di lantai.
     Ibuku bergeser mencoba untuk bersandar di dinding kamar. Dengan wajah babak belur dihiasi darah yang masih segar, dia melihatku dan tersenyum sambil berkata, “Rupanya kau sudah pulang nak.” 
     Aku sudah tak tahan lagi, aku langsung menghampiri Ibu dan memeluknya. Air mataku mengalir dengan derasnya. Aku tahu ini pasti ulah si Idiot itu, dasar pengecut berengsek. Rasanya aku ingin membunuhnya.
     Aku mengobati luka Ibu dengan berlingang air mata penyesalan dan kekesalan. Ibuku menghapus air mataku dengan Ibu jarinya sambil berkata, “Jadilah orang yang pintar dan berguna agar tidak seperti Ibu atau Ayahmu.” Aku juga tidak mau seperti si Idiot itu.
    “Jangan dendam padanya. Ibu yang salah karena memilih pria itu sebagai Ayahmu. Ibu pantas mendapatkannya,” tambahnya, air mata mengalir di pipinya. Dia benar-benar bodoh. Wanita bodoh yang sangat kusayangi.
 ...
     Aku mencoba menjalani masa sekolahku dengan normal. Aku ingin cepat lulus dari sekolahku dan mencari pekerjaan, aku ingin meringankan beban Ibu. Aku akan mencari uang yang banyak dan aku pastikan akan membawa Ibu bersamaku menjauh dari si idiot itu atau kalau perlu akan kukirim si Idiot itu ke penjara. Apa sekalian kukirim ke neraka saja?
 ...
     Hari itu aku pulang lebih larut karena ada  pelajaran tambahan untuk para siswa tingkat akhir. Ya, sebentar lagi. Tunggu aku Ibu, aku akan mencari pekerjaan dan mencari uang yang banyak untukmu.
     Sesampainya di rumah suasana hening menyambutku. Terlalu hening. Lampu di dalam rumah juga tidak menyala. Apa Ibu belum pulang? Aku cepat-cepat masuk ke rumah karena udara di luar sangat dingin. Ketika aku menyalakan lampu betapa terkejutnya aku, rumah berantakan dan ada bercak darah dimana-mana. Pertama yang terbesit dalam otakku adalah Ibu.  Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliking rumah. Aku menemukan Ibu sudah tergeletak tak berdaya di sudut ruangan dengan darah yang mengalir dari kepalanya.
     Ibu!! Tidak.. tidak..! Jangan tinggalkan aku ibu! Racauku dalam hati sambil menahan tangis. Aku berusaha berteriak untuk meminta pertolongan tapi suaraku tak keluar. Aku terlalu terkejut dan takut. Aku memegang titik nadi di tangannya. Sudah tidak ada.
    "Tidak.. Ibu.. Aku mohon..” ucapku lirih. Aku mencoba mengguncang-guncangkan tubuh Ibuku yang lemah itu berharap dia kembali, tapi semua tidak terjadi seperti yang aku harapkan. Isakan keluar dari mulutku aku menangis tanpa ada suara yang ke luar. Aku memeluk kepala Ibuku yang bersimbah darah itu. Sakit. Sungguh sakit hatiku.
     Lalu tak lama aku mendengar suara barang dibanting dari dalam kamar Ibu. Tanpa berpikir panjang aku langsung mendatangi asal suara dengan membawa pecahan vas yang ada di lantai. Seperti dugaanku. Si Idiot. Dia sedang mengobrak-abrik barang-barang milik Ibu.
     “Apa kau yang melakukannya?” tanyaku dengan suara datar. Dia berbalik. Dia terlihat sedikit terkejut namun ekspresi itu langsung berubah menjadi sebuah senyuman licik.
     “Apa dia sudah mati? Haha akhirnya. Oh ya, apa kautahu dia menyembunyikan surat-surat rumah ini di mana? Aku sudah mencarinya kemanapun tetap tidak ketemu juga,” ucapnya dengan enteng.
     Amarahku mulai memuncak. Aku menggeretakkan gigiku. Genggamanku mengerat pada pecahan vas yang kubawa, kurasakan pecahan vas itu menembus  telapak tanganku. Darah mengalir dari tanganku tapi aku tak peduli lagi pada rasa sakit.
     “Sialan, di mana jalang itu menyembunyikannya,” ucapnya masih sambil mencari di laci dalam lemari.
    Rasa amarah yang menguasaiku benar-benar sudah melebihi puncaknya. Aku melihat dia dengan tajam, tapi dia tidak memperhatikanku, dia tetap mencoba mencari tempat Ibuku menyembunyikan surat-surat rumah.
     Aku berjalan ke arahnya dengan langkah cepat, aku menarik bahunya agar dia menghadapku, dan kutusukkan pecahan vas itu ke arah perutnya. Kucabut pecahan vas itu lalu kutusukkan lagi di tempat yang sama, berulang kali kuayunkan pecahan vas itu ke arah perutnya sampai dia tidak berdaya dan merosot dihadapanku dengan bersibah darah.
Bibir dan tanganku bergetar, air mataku menetes, aku berjalan mundur dan menjatuhkan pecahan kaca itu. Aku mengis. Menangis sejadi-jadinya sambil berteriak. Berakhir sudah hidupku.
 ...
     Sebelum sang surya menyinari bumi, aku membawa mayat Ibuku untuk kukuburkan di halaman belakang rumah kami. Maafkan aku Ibu.  aku tidak bisa menjadi orang yang berguna, aku tidak bisa menjadi orang yang kaubanggakan. Aku juga tidak bisa menahan diriku untuk membunuh dia. Maafkan aku Ibu, maafkan aku. Aku akan menebusnya. Aku tidak akan menjadi pengecut seperti si Idiot itu.
 ...
     Aku berjalan ke kantor polisi terdekat dengan bercak darah dan tanah di sekujur tubuhku. Semua orang di jalan memperhatikanku, melihatku dengan tatapan aneh. Aku tidak bisa menafsirkan tatapan apa itu. Takutkah? Jijik kah? Atau kasihan kah? Aku tidak peduli. Hidupku sudah hancur dan aku akan menebusnya sekarang.
     Aku menatap langit, langit pagi ini begitu cerah berbanding terbalik dengan keadaanku yang suram. Ibu, Aku berjanji kelak bila aku diberi kesempatan hidup kembali, aku akan menjadi orang yang Ibu harapkan dan banggakan. Aku berjanji.



Cerpen pertama penulis hohoho. Gimana? Jelek ya? haha. Sudah kuduga...
Ceritanya pengen ngangkat temanya tentang pembunuhan alhasil jadi begini hahaah. 
Yahh... namanya juga baru belajar :)
Terima kasih sudah menyempatkan waktu untuk membaca cerpen abal ini ^_^

Senin, 19 September 2016

Seandainya Kelak Aku Menjadi Jurnalis TV

Jurnalis adalah seorang wartawan yang tugasnya mencari berita. Itu adalah hal pertama yang terlintas dalam pikiranku mengenai profesi jurnalis sebelum aku menjadi seorang mahasiswa Program Studi Jurnalistik.
Profesi menjadi seorang jurnalis tidaklah sesederhana itu. Seorang jurnalis harus melewati berbagai rintangan untuk mendapatkan beritanya. Jurnalis juga harus mengorbankan banyak waktunya. Tak jarang dari mereka tidak pulang ke rumah hingga  berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan demi mendapatkan berita yang berkualitas, layak dan mungkin eksklusif.
Seperti yang dikutip dari buku Jurnalisme Dasar karya Luwi Ishwara, “Seseorang tidak berhenti menjadi wartawan setelah pukul 5 sore seperti layaknya orang yang bekerja di kantor. Peristiwa bisa pecah begitu saja dan kapan saja di luar keinginan manusia, bisa terjadi siang ataupun malam hari.”
Tak pernah terpikir olehku untuk masuk ke bidang jurnalistik sebelumnya, mempelajari ilmunya serta mempraktikkannya merupakan suatu pembelajaran yang berkesan dalam hidupku. Membuatku ingin menjadi seorang jurnalis, walaupun aku tahu untuk menjadi seorang jurnalis harus siap untuk memikul tanggung jawab yang besar.
Menurutku, menjadi seorang jurnalis itu harus memiliki mental baja dan tekad yang kuat.  Tidak boleh goyah walaupun terkadang masih ada pihak yang meremehkan profesi ini. Harus tetap teguh pada prinsip-prinsip jurnalisme agar dapat tercapainya tujuan dalam memberikan informasi yang akurat dan terpercaya kepada publik tanpa adanya kebohongan dan rekayasa.
Profesi jurnalis terbagi menjadi beberapa jenis berdasarkan bidangnya. Ada jurnalis televisi, jurnalis koran, junalis majalah, jurnalis radio dan jurnalis online. Namun apapun jenisnya, semua tetap memiliki tujuan dan tugas yang sama.
Seandainya kelak aku bisa menjadi seorang jurnalis, aku ingin menjadi seorang jurnalis di bidang pertelevisian. Menajadi seorang jurnalis atau reporter  yang mencari dan membacakan berita dengan cerdas, tegas serta lugas. Membacakan sekaligus memberi informasi yang jujur dan akurat berdasarkan fakta. Menjadi seorang jurnalis yang kritis dan bisa menjadi perantara suara-suara rakyat terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Menjadi seorang jurnalis yang adil tanpa memihak pada kubu tertentu.
Profesi jurnalis merupakan sebuah profesi yang mulia. Karena seorang jurnalis rela menghabiskan waktunya demi menyampaikan kebenaran serta kelayakan informasi kepada publik. Baik itu jurnalis televisi, koran, majalah, radio maupun online mereka semua berjasa. Tanpa adanyanya profesi ini kita tidak akan tahu berita apa yang terjadi baik itu di negara kita sendiri maupun di belahan dunia lain.

Sabtu, 17 September 2016

Sepenggal Kisah: Sosok Yang Kudambakan


     Ayah adalah sebutan seorang anak untuk orang tua laki-lakinya. Selain Ayah, masih banyak sebutan yang biasa aku dengar seperti Bapak, Papah, Abi, dan lainnya. Namun dari sekian banyaknya sebutan tersebut, tak pernah satu pun yang benar-benar keluar dari mulutku.
     Ayah, sosok yang tak bisa aku gambarkan. Bagaimana rupanya, bagaimana sifatnya, bagaimana pemikirannya aku tidak tahu. Aku hanya bisa menerka-nerka bagaimana rupa seorang Ayah dari cerita teman-temanku.
     Dari yang aku dengar sosok seorang Ayah adalah orang yang disegani dan berwibawa. Menjadi kepala keluarga yang menjaga dan melindungi keluarganya. Bekerja keras, banting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Menjadi panutan untuk anak-anakya. Dijadikan sosok pahlawan yang dibangga-banggakan oleh anak-anaknya, serta menjadi Imam yang baik di keluarganya.
     Rasanya senang ketika aku mendengar atau membaca tentang sosok yang dipanggil “Ayah”. Membuat aku bisa membayangkan bagaimana jika aku memiliki Ayah. Tepatnya, masih memiliki Ayah.
     Ayahku meninggal sejak aku berumur tiga bulan dalam kandungan Ibuku. Yang aku tahu dari cerita Ibuku, dia meninggal karena sakit batuk yang dideritanya. Ibuku memberitahu kalau Ayahku sama seperti Ayah lain pada umumnya seorang pekerja keras, baik, dan menyayangi keluarganya.  Tapi hanya sebatas itu yang aku tahu, karena aku tak sanggup jika harus melihat kesedihan yang tergurat di wajah Ibu lagi ketika menceritakan Ayahku. Hanya sebuah foto lama yang bisa memberitahuku bagaimana wajah Ayah.
     Sepeninggalan Ayah, Ibuku mengambil alih tanggung jawab yang biasa disematkan pada seorang Ayah. Seperti mencari nafkah, menjaga, melindungi, membimbing serta memberikan kasih sayang, walaupun rasanya akan berbeda jika didapat dari sosok seorang Ayah yang sebenarnya.
     Aku ingat ada temanku yang bercerita kalau Ayahnya overprotective padanya. Pergi ke sana tidak boleh, pergi ke sini tidak boleh, pulang tidak boleh larut, jika temanku belum sampai rumah akan dihubungi terus-menerus, tak jarang pula temanku itu dimarahi. Membuatnya benci terhadap Ayahnya karena merasa dikekang. Ketika aku mendengar ceritanya rasanya menyelekit di hati.  Betapa irinya aku, ingin rasanya aku mendapat perlakuan seperti itu dari orang yang aku panggil Ayah. Pernah terlintas dalam pikiranku kenapa Allah tidak adil padaku. Aku yang sangat mendambakan sosok Ayah dalam hidupku, tidak dapat merasakan kehadirannya, bahkan hanya memanggilnya Ayah pun tidak sempat. Di sisi lain temanku yang masih diberi kesempatan untuk mendapatkan kasih sayang, perlindungan, serta memanggilnya Ayah menyia-nyiakan dan malah membencinya.
     Namun, sekaran aku menyadari bahwa semua ini adalah suratan takdir yang tidak bisa kuhindari atau kutolak. Mungkin ini adalah skenario terbaik yang Allah berikan pada hidupku. Aku bersyukur walaupun aku tidak sempat merasakan kehadiran seorang Ayah, masih ada sosok Ibu yang rela banting tulang, mengambil alih kewajiban Ayah, demi memberikan yang terbaik untukku dengan caranya sendiri. 
Diberdayakan oleh Blogger.