Ayah adalah sebutan
seorang anak untuk orang tua laki-lakinya. Selain Ayah, masih banyak sebutan
yang biasa aku dengar seperti Bapak, Papah, Abi, dan lainnya. Namun dari sekian
banyaknya sebutan tersebut, tak pernah satu pun yang benar-benar keluar dari
mulutku.
Ayah, sosok yang tak
bisa aku gambarkan. Bagaimana rupanya, bagaimana sifatnya, bagaimana
pemikirannya aku tidak tahu. Aku hanya bisa menerka-nerka bagaimana rupa
seorang Ayah dari cerita teman-temanku.
Dari yang aku dengar
sosok seorang Ayah adalah orang yang disegani dan berwibawa. Menjadi kepala
keluarga yang menjaga dan melindungi keluarganya. Bekerja keras, banting tulang
untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Menjadi panutan untuk anak-anakya.
Dijadikan sosok pahlawan yang dibangga-banggakan oleh anak-anaknya, serta
menjadi Imam yang baik di keluarganya.
Rasanya senang ketika
aku mendengar atau membaca tentang sosok yang dipanggil “Ayah”. Membuat aku
bisa membayangkan bagaimana jika aku memiliki Ayah. Tepatnya, masih memiliki
Ayah.
Ayahku meninggal sejak
aku berumur tiga bulan dalam kandungan Ibuku. Yang aku tahu dari cerita Ibuku,
dia meninggal karena sakit batuk yang dideritanya. Ibuku memberitahu kalau
Ayahku sama seperti Ayah lain pada umumnya seorang pekerja keras, baik, dan
menyayangi keluarganya. Tapi hanya
sebatas itu yang aku tahu, karena aku tak sanggup jika harus melihat kesedihan
yang tergurat di wajah Ibu lagi ketika menceritakan Ayahku. Hanya sebuah foto
lama yang bisa memberitahuku bagaimana wajah Ayah.
Sepeninggalan Ayah,
Ibuku mengambil alih tanggung jawab yang biasa disematkan pada seorang Ayah.
Seperti mencari nafkah, menjaga, melindungi, membimbing serta memberikan kasih
sayang, walaupun rasanya akan berbeda jika didapat dari sosok seorang Ayah yang
sebenarnya.
Aku ingat ada temanku
yang bercerita kalau Ayahnya overprotective
padanya. Pergi ke sana tidak boleh, pergi ke sini tidak boleh, pulang tidak
boleh larut, jika temanku belum sampai rumah akan dihubungi terus-menerus, tak
jarang pula temanku itu dimarahi. Membuatnya benci terhadap Ayahnya karena
merasa dikekang. Ketika aku mendengar ceritanya rasanya menyelekit di hati. Betapa irinya aku, ingin rasanya aku mendapat
perlakuan seperti itu dari orang yang aku panggil Ayah. Pernah terlintas dalam
pikiranku kenapa Allah tidak adil padaku. Aku yang sangat mendambakan sosok
Ayah dalam hidupku, tidak dapat merasakan kehadirannya, bahkan hanya
memanggilnya Ayah pun tidak sempat. Di sisi lain temanku yang masih diberi
kesempatan untuk mendapatkan kasih sayang, perlindungan, serta memanggilnya
Ayah menyia-nyiakan dan malah membencinya.
Namun, sekaran aku
menyadari bahwa semua ini adalah suratan takdir yang tidak bisa kuhindari atau
kutolak. Mungkin ini adalah skenario terbaik yang Allah berikan pada hidupku.
Aku bersyukur walaupun aku tidak sempat merasakan kehadiran seorang Ayah, masih
ada sosok Ibu yang rela banting tulang, mengambil alih kewajiban Ayah, demi
memberikan yang terbaik untukku dengan caranya sendiri.
Tulisannya membuat air mataku menetes.. insya allah, allah sudah mengatur semua jalan umatnya. fix kangen banget ayuni :(
BalasHapusMakasiihh lala, udah nyempetin baca tulisan-tulisan akuu.. iya aku juga kangen laa :(
Hapuswahh keren tulisannya.
BalasHapusPembaca sampai bisa merasakan emosi yang kamu tuangkan.. :(
Good luck Ayuni..
Semangat yaa!! kamu pasti bisa membahagiakan Ibu kamu.. :)
Waahh Terima kasih banyak atas pujiannya Aji.. Aamiin :))
HapusSumpah Ga Boong. Bacanya Sampe Kebawa Emosi Gituu....
BalasHapusHehehe terima kasih banyak atas pujian dan waktunya untuk membaca tulisan-tulisan di blog ini :)
HapusArtikelnya bkin inget sama Alm Ayahkuu
BalasHapus